Ketika banyak sekali cerita mengenai usaha pembebasan lahan atau tanah yang diwarnai dengan kekerasan, kesedihan, pemaksaan, ustadz saya bercerita pada zaman dahulu ketika seorang khalifah terkemuka ingin membuat sebuah jembatanyang menghubungkan dua kawasan yang terpisah, setelah melakukan studi kelayakan dan mempertimbangkan keuntungan serta kerugian, serta guna untuk meningkatkan perekonomian masyarakat kedua kawasan, ada sebuah tanah rumah penduduk yang dilewati pembuatan jembatan tersebut, mau tidak mau harus menggunakan tanah tersebut untuk pembangunan jembatan. Khalifah menugaskan kepada bawahannya untuk berdialog berbicara dengan si pemiliki lahan tanah. Seorang laki-laki tua pemilik dari tanah tersebut menyetujui untuk menjual tanah seharga 10 dinar, meskipun menurut pertimbangannya jikalau tanah itu akan dibeli 5 dinar, petani itu tetap mau. Ketika khalifah mendapatkan laporan dari bawahannya iapun ingin bertemu dengan petani itu, sesampainya dikerajaan petani bertemu dengan khalifah perasaan cemas, khawatir berkecamuk didalam hatinya. Ketika bertemu, sang khalifah segera menyapa petani dan bertanya apakah benar petani itu telah menjual tanah tersebut dengan harga 10 dinar. Dengan wajah berseri-seri seraya mengucapkan terima kasih khalifah berkata kepada petani, bahwa tanah yang dijualnya dengan harga murah tersebut , akan mendapatkan tambahan 9 kali lipat dari harga yang ditentukan karena petani telah rela memberikan tanah dengan harga yang murah.
Shalat itu menyambungkan hati dan proses pertemuan antara manusia dengan Tuhannya Allah SWT. Ibarat kita bersalaman tidak hanya sekedar menyentuhkan telapak tangan secara rukhiyah saja. Ketika orang bisu menikah dengan orang bisu bukan lisan yang berbicara akan tetapi hati yang berbicara. Ketika seorang ibu menggendong bayi, sang ibu bisa menggunakan bahasa lisan atau verbal tapi juga dengan bahasa bukan lisan, melalui sentuhan/ pelukan. Komunikasi lewat hati memang luar biasa, karena kedalaman pribadi atau hati itu tidak dibatasi, rasa nyaman akan terbentuk. Kasih sayang itu tidak terbatas pada komunikasi (wujud kecintaan dan kesinambungan manusia dengan Penciptanya, manusia dengan manusia lainnya. Allahu Akbar (takbir).
Melalui munajat kepada Allah maka manusia akan menurunkan keangkuhannya, getaran hati, connecting, kesambungan atau pertemuan, menjadikan manusia jiwa yang gatekan, jiwamu, nafsmu agar tidak ngelantur dan senang mempiknikan diri kita, oleh karena itu dibutuhkan konsentrasi dan shalat khusyu’. Jangan sampai tubuh kita disini sedang melakukan amalan wajib dan sunah, akan tetapi fikiran kita, hati kita mengembara berekreasi kemana-mana. Ketika kita piknik hati, maka hati kita ibarat kosong.