Masih ingatkah Anda ucapan apa yang Anda lontarkan ketika mendapat berita baik? seperti mendapat kenaikan gaji? kenaikan jabatan?atau kenikmatan duniawi lainnya? tentu saja perkataan Alhamdulillah Segala puji bagi Allah. Bagaimana ucapan orang yang terkena musibah, Innalillahi wainna illaihi roji’un. Tapi pernahkah kita mendengar ketika seseorang diangkat dalam sebuah kedudukan tinggi dia akan mengucapkan Innalillahi wainna ilaihi roji’un, belum saya kira. Luar biasa memang orang yang bisa mengucapkan hal tersebut, tentunya orang tersebut memahami bahwa kebahagiaan yang diberikan Allah suatu saat jika Allah mengambilnya maka akan hilang begitu saja, dan manusia sebaiknya memahami 5 perkara dikala baik sebelum datang waktu buruk.
Ada tiga golongan Penuntut Ilmu, antara lain:
1. Golongan orang yang ingin tahu isinya
2. Golongan orang yang mendapatkan ilmu dan mendengarkan
3. Golongan orang yang mendapatkan ilmu, dipahami dan diamalkan
Langkah mendapatkan ilmu?
1. Pahami apa ilmu itu?
2. Manfaat atau faedahnya
3. Ilmu apa yang dipelajari?
4. Kepada siapa berguru?
5. Tawakal saat belajar
6. Tata terrib belajar
7. Sikap mental dalam mencari ilmu misalnya terkait biaya, ukuran pelajaran (nilai), doa, dan
diskusi.
1. Golongan orang yang ingin tahu isinya
2. Golongan orang yang mendapatkan ilmu dan mendengarkan
3. Golongan orang yang mendapatkan ilmu, dipahami dan diamalkan
Langkah mendapatkan ilmu?
1. Pahami apa ilmu itu?
2. Manfaat atau faedahnya
3. Ilmu apa yang dipelajari?
4. Kepada siapa berguru?
5. Tawakal saat belajar
6. Tata terrib belajar
7. Sikap mental dalam mencari ilmu misalnya terkait biaya, ukuran pelajaran (nilai), doa, dan
diskusi.
Kebaikan seorang muslim tercermin dalam sikap dan perilakunya didasarkan pada ketakwaannya, budi pekertinya, adab sopan santunnya. Kebaikan seorang muslim memberikan ketentraman bukan hanya pada dirinya sendiri secara pribadi tapi juga universal kepada keluarga, lingkungan sekitarnya. Kebaikan seorang muslim berorientasi pada kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Dan kebaikan seorang muslim mewujudkan kesalehan individu dan kesalehan sosial.
Ternyata memang benar shodaqoh memang harus dipaksa, bagaimana tidak, suatu kali seorang rekan bercerita kepada saya, bahwa dia baru saja kehilangan 2 ekor burung kenari kesayangannya, masing-masing seharga 3,5 juta, saya fikir mengapa hal itu terjadi apa benar kurang shodaqoh sehingga terjadi kehilangan, atau kurang disiplin menjaga keamanan barang miliknya, sehingga mudah memberikan kesempatan bagi orang -pencari kesempitan untuk tertarik mengambil. Sudahlah.. saya tidak mau berfikir itu, yang ingin saya fikirkan sekarang ternyata benar kalo kita ikhlas shodaqoh dengan barang berharga mahal kepada orang yang tidak baik (semisal kita bilang aku ikhlas burung itu hilang untuk shodaqoh kepada maling buat kebutuhan lebarannya mungkin) mosok untuk shodaqoh kepada orang baik yang membutuhkan (semisal anak yatim piatu, orang miskin) kita tidak ikhlas dan berusaha memberi dengan nominal yang lebih banyak. Coba saja kalo infak ke masjid saja, kita selalu mencari uang terkecil, mulai sekarang cobalah infak dengan uang terbaikmu sesuai dengan kemampuanmu. Kalo kita rela menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan hobby kita, masa iya sich, untuk kesenangan akhirat kita tidak melakukan hal yang sama.
1. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat
2. Sholat wajib dikerjakan
3. Ibadah Puasa di bulan Ramadhan
4. Zakat
5. Ibadah Haji
2. Sholat wajib dikerjakan
3. Ibadah Puasa di bulan Ramadhan
4. Zakat
5. Ibadah Haji
Rukun Iman ada enam:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada Kitab Allah
4. Iman kepada Rosulnya
5. Iman kepada Hari Kiamat
6. Iman kepada Qodo dan Qodar
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada Kitab Allah
4. Iman kepada Rosulnya
5. Iman kepada Hari Kiamat
6. Iman kepada Qodo dan Qodar
Ternyata salah kaprah bisa menjadi masalah. Bagaimana tidak, waktu itu pagi hari saya mendapat kabar dari seorang ibu yang mengatakan bahwa anak perempuannya mengeluh kala suaminya bersikap kurang menyenangkan, dan membuat anak ibu tersebut sakit hati. Sebabnya cuman satu, ternyata sang suami mengatakan kepada istri, yang baru dinikahi beberapa waktu lalu perkataan "bahwa suami bukanlah muhrim bagi istri". Mendengar cerita tersebut sang ibu merasa kesal dan marah. Mari kita bicarakan terlebih dahulu soal problem yang satu ini pokok permasalahan adalah muhrim. Dan ini kerap terjadi dalam kehidupan kita.
Sebelumnya kita pahami terlebih dahulu dasar hukumnya dalam Al Quran:“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Pengertian Muhrim adalah yang kita boleh berjumpa bebas dengannya tanpa perlu jilbab atau pakaian tertutup, boleh jumpa misalnya dengan celana pendek, atau pakaian bebas lainnya, dan bila bersentuhan tak batal wudhu, dan haram menikah dengan mereka, mertua juga termasuk muhrim, anak-anak mertua termasuk muhrim yg tidak abadi. Artinya jika suami wafat, maka perempuan/anda boleh menikah dengan saudara suami anda yang laki-laki. Tapi selama suami masih hidup, mereka termasuk muhrim, haram menikah dengan mereka.
Memang benar, Istri bukanlah muhrim bagi suami, tapi istri adalah pasangan hidup yg telah Allah halalkan bagi suami untuk mengumpulinya, dan suami adalah imam istri. Ketika suami istri berjamaah para penghuni langit gembira. Tapi di masyarakat istilah ini memang sudah kadung salah kaprah, bahwa suami itu muhrim. Kata muhrim saja sebenarnya juga salah yang benar mahrom.
Sebaik-baiknya orang ialah orang yang mau belajar Al Quran dan mengamalkannya serta mengajarkannya. Karena orang yang mencari dan memiliki ilmu akan diberi derajat oleh Allah SWT. Dengan ilmu maka Kita tahu harus taat kepada Allah, Kita tahu harus taat kepada Rasulullah Muhammad, Kita tahu harus taat kepada ulil amri, sehingga jika kita memilih seorang pemimpin maka orang yang berakhlak baik dan mampu yang dipilih. Berikutnya Kita tahu karena amalan wajib kita terbatas maka sebaiknya banyak melaksanakan amalan sunah, seperti mewarnai hari-hari kita dengan berbagai sunah muakad dan ghoiru muakad. Dengan ilmu kita menjadi tahu dan menjadi baik.
Bulan Ramadhan adalah bulan pembelajaran atau pardiyah bagaimana tidak ketika bulan ramadhan kita senantiasa belajar baik oleh diri sendiri, keluarga, ataupun masyarakat. Ramadhan atau bulan puasa mengajarkan kita untuk belajar tentang kedisiplinan dan kesabaran. Kedisiplinan untuk menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya, disiplin untuk menggunakan waktu hidup sebaik-baiknya dan mengisi dengan amalan-amalan, berorientasi pada nikmat keakheratan bukan kepentingan-kepentingan duniawi yang menyesatkan. Serta kesabaran untuk tidak menuruti hawa nafsu, kemarahan atau lain sebagainya. Coba kalo kita intropeksi apakah puasa ini menjadi sarana pemenuhan kebutuhan rohani atau justru lahiriah, semisal saja dibulan puasa kita cenderung bersikap berlebih-lebihan dari segi makanan baik saat saur maupun buka, padahal Allah sendiri tidak menyukai hal-hal yang berlebih-lebihan. Allah mengajarkan kita untuk tidak mudah terpancing mengikuti hawa nafsu duniawi, atau cenderung bersikap komersial, berfoya-foya, akan lebih baik semua kelebihan yang kita miliki kita salurkan untuk bersodaqoh, menyantuni anak yatim, membantu kaum papa, masyarakat tidak mampu. Mari dibulan Ramadhan ini kita sama-sama untuk belajar menghargai diri, keluarga dan masyarakat dengan tidak berbuat hal-hal yang tidak disukai oleh Allah, dan mari berbuat sesuatu yang dicintai Allah dengan disiplin dan istiqomah menjalankan amalan-amalan wajib dan menghiasi dengan amalan sunah.
Nikmat Allah sangat banyak sehingga kita wajib bersyukur. Barang siapa yang pandai bersyukur, maka Allah SWT akan menambah nikmatmu. Tapi jika barang siapa yang kufur akan nikmat Allah maka siksanya amat pedih. Sepertinya itu yang sering kita dengar dalam setiap kajian. Diperlukan Akhlaq ; budi pekerti untuk menjalankan hal-hal terpuji (Mahmudah) dan menjauhi hal-hal tercela (Majmumah). Termasuk peristiwa yang baru saya alami, nikmat begitu hebat yang diberikan Allah SWT ketika saya sedang mengandung dan melahirkan. Moment yang begitu luar biasa ketika saya dinyatakan hamil, mengetahui dan menyadari bahwa ada makhluk kecil didalam rahim saya. Memahami bahwa ada tanggung jawab besar bukan hanya mengandung, melahirkan, tapi juga merawat dan mendidik anak-anak kita sebagai generasi mendatang yang kuat dan terpilih.
Ketika ruh akan ditiupkan ke janin, Allah telah berjanji bahwa Allah menciptakan manusia sebaik-baik makhluk (bayi lahir suci tanpa dosa). Selanjutnya terbentuknya pribadi anak tergantung tumbuh kembang anak dilingkungan yang bagaimana, serta peran orangtua dalam mendidik anak tersebut. Mengajarkan kepada anak bahwa kita hidup harus bersosialisasi terhadap keluarga, tetangga dan masyarakat. Mengajarkan kepada anak bagaimana menjadi pribadi yang utama, termasuk pribadi yang memahami bahwa orang beramal tanpa dilandasi keimanan atau agama, bagaikan debu diatas batu. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, mampukah saya menjalaninya? Islam mengatakan bahwa kita harus bersikap optimis, dalam mengarungi kehidupan ini, hilangkan prasangka buruk dan husnudzon (berfikir positif) pada Allah SWT.
Dengan dikirimkannya seorang Nabi Muhammad SAW untuk ditugaskan membenahi akhlaq manusia. Petunjuk Allah berupa Al Quran dan Al Hadist dibawanya memberikan kemudahan bagi kita dalam mencari pegangan hidup Tali Allah. Oleh karena itu sudah sewajibnya kita bersyukur atas segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT.
An Nisaa' 79, “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”
Dari petikan ayat Al Quran tersebut, dapat dicermati bahwa didalam kehidupan apa saja yang kita rasakan membahagiakan atau kedamaian berarti itu ridho dari Allah SWT tetapi jika sebaliknya, perasaan takut, was-was, sedih, itu semua karena ulah manusia sendiri.